sinoptanhaberler – Wilayah pesisir dan laut Indonesia adalah aset strategis yang diamanatkan oleh konstitusi untuk dikelola negara demi kemakmuran rakyat. Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menegaskan:
“Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Namun, di Tangerang—sebuah wilayah pesisir yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten—konflik penguasaan laut dan pesisir oleh pihak swasta melalui pembangunan pagar laut (sea fence) atau reklamasi marak terjadi. Fenomena ini memicu pertanyaan: Bagaimana praktik privatisasi laut tersebut bertentangan dengan konstitusi? Artikel ini akan mengulas kompleksitas masalah pagar laut di Tangerang, implikasinya terhadap masyarakat, dan analisis hukum berdasarkan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945.
Konteks Geografis dan Ekonomi Tangerang sebagai Wilayah Pesisir
1.1 Potensi Laut Tangerang
Tangerang memiliki garis pantai sepanjang ±33 km yang membentang dari Kecamatan Mauk hingga Teluk Naga. Kawasan ini menjadi habitat ekosistem mangrove, daerah tangkapan ikan, dan jalur transportasi laut. Namun, tekanan pembangunan infrastruktur dan industri di sekitarnya (seperti Kawasan Industri Modern Cikande dan Pelabuhan Tanjung Priok) mengancam keberlanjutan sumber daya pesisir.
1.2 Ancaman Privatisasi Pesisir
Maraknya pembangunan resort, pemukiman mewah, dan pelabuhan pribadi di pesisir Tangerang mengubah wajah pantai yang semestinya menjadi ruang publik. Pagar laut—baik fisik (tembok beton) maupun hukum (izin pengusahaan)—menjadi simbol penguasaan sepihak oleh korporasi.
Pagar Laut dalam Perspektif Hukum Nasional
2.1 Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 sebagai Dasar Filosofis
Pasal ini menjadi landasan bahwa laut adalah common property yang tidak boleh dikuasai individu/swasta. Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 3/PUU-VIII/2010 menegaskan bahwa penguasaan negara atas laut bersifat kolektif untuk kepentingan generasi sekarang dan masa depan.
2.2 Regulasi Turunan yang Mengatur Pesisir dan Laut
- UU No. 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil: Melarang reklamasi dan privatisasi pesisir tanpa izin berorientasi ekologi dan sosial.
- UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil: Menjamin akses nelayan tradisional terhadap wilayah pesisir.
- Perda Provinsi Banten No. 11/2016: Mengatur tata ruang pesisir berbasis kearifan lokal.
Namun, implementasi regulasi ini lemah, terutama dalam pengawasan izin pengusahaan laut oleh pemda.
Kasus Pagar Laut di Tangerang
3.1 Studi Kasus: Reklamasi Pantai Tanjung Pasir
Di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, pembangunan pagar laut oleh PT Bumi Maritim Jaya (BMJ) sejak 2018 mengubah 50 hektar wilayah pesisir menjadi kawasan komersial. Masyarakat nelayan setempat kehilangan akses ke daerah penangkapan ikan tradisional. Padahal, menurut Pasal 23 UU No. 1/2014, reklamasi harus melibatkan partisipasi masyarakat dan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS).
3.2 Dampak Sosial-Ekologis
- Ekologi: Rusaknya ekosistem mangrove dan sedimentasi pantai.
- Sosial: Konflik horizontal antara masyarakat dan perusahaan, serta penurunan pendapatan nelayan.
- Ekonomi: Alih fungsi pesisir menjadi kawasan elit yang eksklusif.
Kontradiksi Privatisasi Laut dengan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945
4.1 Penguasaan vs Kepemilikan
Pagar laut merupakan bentuk penguasaan de facto oleh swasta, meskipun secara hukum laut tetap milik negara. Praktik ini melanggar prinsip “dikuasai oleh negara” karena negara gagal menjamin akses publik dan kesejahteraan kolektif.
4.2 Analisis Yuridis Izin Pengusahaan Laut
Izin pengusahaan laut (seperti HGB/Hak Guna Bangunan) sering kali diberikan tanpa mempertimbangkan daya dukung ekologis dan hak masyarakat adat. Padahal, Putusan MA No. 49 K/TUN/2019 menyatakan bahwa izin reklamasi harus dibatalkan jika merugikan kepentingan umum.
Peran Negara dan Solusi ke Depan
5.1 Penguatan Peran Pemerintah Pusat dan Daerah
- Revitalisasi pengawasan izin pesisir dengan melibatkan KPK dan LPSK.
- Sinkronisasi kebijakan tata ruang antara Pemprov Banten dan kabupaten/kota.
5.2 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
- Memprioritaskan nelayan dalam program CSR perusahaan.
- Membentuk lembaga adat pengelola pesisir berbasis partisipasi.
5.3 Judicial Review dan Litigasi Strategis
Organisasi masyarakat dapat mengajukan judicial review terhadap perda yang membuka ruang privatisasi laut.
Pagar laut
Pagar laut di Tangerang adalah contoh nyata bagaimana ketidaktegasan negara dalam melindungi aset konstitusional rakyat. Jika dibiarkan, praktik ini akan mengikis makna Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 sebagai grundnorm keadilan agraria dan kelautan. Solusinya terletak pada komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum secara adil dan melibatkan masyarakat dalam setiap kebijakan pengelolaan pesisir.